Minggu, 20 November 2011

dibalik semua tulisan ini

Malam ini aku terus menulis, sebuah cerita dari pengalaman yang telah dilalui. Dari menit ke menit tangan ini semakin lemas untuk melanjutkan menulis, namun aku tetap melanjutkannya, sebelum aku lupa akan cerita yang akan aku ceritakan, sebelum aku malas untuk menulis, sebelum tangan ini makin lemas untuk diajak bergerak, dan sebelum cerita selanjutnya tidak akan bisa aku tulis lagi.

Sebuah kisah yang tidak terlalu berharga buat orang lain, namun sangat berharga bagiku, sebuah kisah yang bisa aku baca dikemudian hari, dan aku kenang. Mungkin dapat jadi sebuah kisah kenangan untuk kedua orangtuaku, meskipun dikemudian hari aku tidak akan ada lagi namun dengan cerita ini aku harap aku akan selalu ada, ada di hati orang-orang yang menyayangiku.

Melalui tulisan ini aku mengungkapkan sesuatu yang telah aku sembunyikn selama ini dari orangtuaku, sesuatu yang tidak bisa aku katakana sejujurnya dihadapan orangtuaku secara langsung, serta sebuah pengakuan yang tersembunyi selama ini. aku tidak bisa mengatakan aku sakit namun aku malah menunjukan aku sehat, aku sedih namun aku menunjukan aku bahagia, aku kuat padahal aku lemah.

Sebelum tubuh ini makin lemas, dada ini makin sakit, nafas ini makin sesak, kucoba untuk menulis meskipun tulisannya semakin lambat untuk aku ketik namun selama tangan ini masih bisa bergerak aku akan berusaha.

Selama ini aku tidak suka menulis, namun demi jejak emas langkahku, demi menunjukan bahwa aku pernah hadir, aku akan berusaha, bantulah aku, ingatlah aku. Aku tidak ingin dilupakan, meskipun jasad ini suatu hari akan musnah namun hati, semangat, dan senyumanku, akan selalu ada, kapanpun, dimanapun, dan selamanya.

organisasiku keluargaku

Malam ini aku tersenyum, dan tidak henti-hentinya manatap foto aku dan teman-temanku di kampus peduli (k-pad) mereka telah memberikan kebahagiaan padaku, dan makna akan kebersamaan serta kekompakan. Keseruan demi keseruan telah aku jalani di organisasi ini, mulai dari baksos ke Palembang, tipar-santolo-garut, serta mentoring anak-anak jalanan.

Berbeda universitas bukan suatu halangan untuk tetap bersama, tetapi makin menyatukan tali silaturahmi. perbedaan umur, tingkatan, status, dan jenis kelamin menyatukan ikatan kekeluargaan semakin erat.

Trimakasih untuk semuanya, teman-temanku, adik-adiku, serta abang-abangku dan kakak-kakakku di organisasi ini, Kalian semualah yang telah memberikan kebahagiaan dan kehangatan akan kekeluargaan padaku. Terutama anak-anak pengamen jalananku kalianlah dosen jalananku, kalianlah yang mengajarkanku semangat serta pengharapan.

Bulan desember sekarng katanya mau mengadakan baksos keciwidey, aku harap aku bisa ikut lagi. Dan bercanda, berkumpul, serta tertawa terbahak-bahak bersama kalian semua. Aku tidak sabar menunggu desember tiba.

Kehangatan, kekeluargaan, kepedulian, keakraban, pengalaman, pembelajaran, dan kebahagiaan merupakan hal yang sangat berharga didunia ini. semoga kita akan selalu menjadi keluarga selamanya. Terimakasih semuanya..

berharap sesuatu itu salah

Selasa, 17 november 2011. Jam 08.30 kaki ini melangkah mantap menuju puskesmas terdekat. Dengan diberikan petunjuk oleh ibu yg baik hati aku mngambil nomor antrian dan duduk di bangku panjang smbil menonton tv, chanel demi chanel aku pindahkan namun hari itu tidak ada tontonan yang istimewa selain pemandangan di dalam puskesmas itu. Menit demi menit bangku putih yang semula penuh perlahan kosong. Entah berapa menit aku menunggu akhirnya giliran aku tiba. Aku menghela napas pendek "akhirnya aku merendahkan diri untuk ke rumah sakit, semua perjuangan selesai".

Kini di depanku telah berdiri sosok wajah keibuan dengan senyum yang tidak begitu menyenangkan "keluhannya apa?" singkat namun penuh arti. Aku mengungkapkan secara detile keluhanku mulai dari sakit dada sampai ke punggung serta nafasku yg semakin berat. Dokter mulai memeriksaku dengan stetoskop, 3 kali dokter memindahkan stetoskop yg kini menmpel di dadaku hanya untuk mendengar irama denyut jantungku yang mungkin tidak terdengar oleh telinganya, kini dokter mulai terlihat mengerutkan keningnya, tidak berhenti sampai di sana dokter mulai menensi darahku, 2x dokter menensi darahku, kini kerutan itu bukan semakin Berkurang namun semakin bertambah kerutannya.

Tanpa suara dia mulai menuliskan dicatatan kertas laporan kesehatanku 90/100 entah 90/120 yang aku tahu pasti dokter itu menuliskan angka 90. Aku tahu pasti bahwa angka itu dibatas normal, dengan kata lain aku kekurangan darah. Belum selesai dokter itu menatapku, akhirnya dia menyuruhku untuk menarik napas panjang hanya beberapa detik aku mulai menunjukan nafasku berat, dokter mulai menuliskan resep dan memberikanku nasihat medisnya, “tidak boleh dekat dengan orang yang merokok dan olahraga teratur, serta mengatur pola makan” aku Cuma membalasnya dengan senyuman. Aku bingung bagaimna aku bisa olahraga jika setiap pagi aku harus segera berangkat ke kampus, mungkin olahraga mengejar damri sudah cukup aku lakukan “ hehehe aku tertawa kecil dalam hati”.

Kini aku melangkahkan kaki menujun tempat obat, aku simpan resepku dikotak kecil yang tersedia di depan apotek itu, menunggu dan menunggu kini jam ditangnku menunjukan pukul 09.40 aku kaget dan panic karena jam 10.20 perkuliahan akan dimulai, keberuntungan memihakku pada saat itu bagian obat tidak terlalu mengantri sehingga tidak lebih dari lima menit obat telah tergenggam ditanganku. Tanpa brpikir panjang aku melangkahkan kakiku keluar puskesmas dan berlari menuju bunderan, tanpa pikir panjang lagi aku tidak menunggu damri tapi angkot. untung angkotnya tidak “ngetem terlalu lama”. Di angkot aku mulai melirik obat yang masih dipegang erat tanganku, aku terbelalak membaca dua jenis obat ini “paracetamol dan vitever” aku kaget karena aku tahu fungsi dari satu obat ini yaitu paracetamol “obat penurun panas”. “panas? Demam?” aku terheran, aku pegang keningku tapi aku memang tidak demam, aku mulai berpikir apakah obatku tertukar? Aku rasa mungkin. Aku lihat satu obat lagi yaitu vitever “kaplet salut selaput”, “jenis obat apa lagi ini” aku terheran-heran, mantaplah dalam pikiranku aku tidak akan memakan obat ini.

Tanpa aku pikirkan lagi aku simpan kedua obat itu di dalam tasku, dan kembali focus menatap suasana jalanan melalui jendela angkot. Sesampainya di kampus aku berlari karena aku takut hari ini aku akan terlambat, namun tanpa aku sangka-sangka teman yang sering berangkat bareng denganku Cuma beda beberapa meter dihadapanku. Aku berjalan di belakang mereka secara perlahan, ketika mereka menoleh ke belakang aku segera bersembunyi, dan kembali melangkah dibelakang mereka ketika mereka melanjutkan perjalanannya. Terus seperti itu sampai kami tiba di ruangan kampus. “lho kok kamu tiba lebih awal ya padahal kan kita duluan” celetuk salah satu temanku, aku tertawa “hahaha dari tadi aku berjalan dibelakang kalian kok, gak nyadar yaaa”, “wah masa?” temanku kini terheran-heran. Aku Cuma tertawa melihat ekspresi wajahnya yang terheran-heran.

Matkul eksperimen kini tidak menarik perhatianku, namun obatlah yang sekarang membuat penasaran. Sesampainya di kostn aku mulai membuka internet dan mencari jawaban atas kebingunganku saat ini, ternyata jelaslah kenapa dokter memberiku kedua jenis obat ini. yang pertama “paracetamol, fungsi mengurangi rasa sakit” mungkin rasa sakit dada yang sering aku rasakan sekarang, yang kedua “vitever, kaplet salut selaput fungsi memperbaiki fungsi otak dan memberikan daya tahan tubuh” memberikan konsentrasi pada kerja otaku karena oksigen yang berkurang selama ini akibat pernafasanku yang tidak teratur dan berat. Serta memberikan daya tahan tubuh” entah karena apa, mungkin ada sesuatu hal sehingga aku harus meminimalkan sakit.

Dadaku sakit, punggungku sakit, kaki dan tanganku sering kesemutan, badanku lemah, dan nafasku berat. Itulah yang aku rasakan. Aku ingin mengetahui apa yang terjadi pada tubuhku, aku penasaran tapi aku bingung karena aku tahu aku hanya mahasiswi semester tiga yang sedang banyak kebutuhan dan pengeluaran buat praktikum. Akhirnya aku hanya berobat ke puskesmas meskipun aku ingin berobat kerumah sakit bahkan menjalani rontgent secara keseluruhan dan mengetahui jenis penyakitku. Namun aku hanya menelan ludah dan menerima hanya berobat ke puskesmas dan yang lebih membuatku kecewa adalah jenis penyakitku yang tidak diberitahukan sama sekali. Tapi itu suatu keuntungan bagiku karena aku tidak harus bilang pada orangtuaku.

Selama ini aku hanya mencari jenis penyakit sesuai gejala yang aku rasakan dari internet, sesuai keluhan yang pertama kali aku rasakan pada hari minggu pagi tanggal 30-10-11 jam satu pagi. Aku menemukan satu jenis penyakit yang aku rasa sama dengan gejalaku yaitu “gejala awal jantung”.

Gejala awal penyakit jantung:

1. nyeri dada

2. pegal pundak

3. sesak nafas

4. keringat dingin

5. pusing / sakit kepala

6. berdebar

7. mual-mual (nausea) heart burn

8. sakit dada seperti tertindih barang

9. bengkak pada pergelangan kaki dan kesemutan di ujung jari

10. memar

11. kelelahan yg tidak biasa

12. sakit gigi kronis (tidak ada lubang gigi)

13. gusi berdarah

14. pola tidur terganggu

Aku harap diagnosaku salah, aku harap kesimpulanku salah selama ini, namun sejauh ini semua poin dari 1 sampai 14, telah aku alami pada malam itu selama satu minggu yang mengakibatkan aku tidak bisa makan hanya minum setiap harinya.

Jika memang itu merupakan suatu kebenaran aslinya, aku hanya berharap aku bisa menerimanya secara ikhlas, dan memiliki waktu untuk aku bisa berubah menjadi lebih baik, menikmati waktu, menggapai cita-citaku untuk kuliah sampai doctor (s3), tersenyum dan tertawa bersama teman-temanku, membahagiakan orangtuaku, dan mengukir jejek emas hidupku bahwa dulu aku pernah hadir didunia ini dan berada di hati semua orang.

ketakutanku keputusasaanku saat ini


Entah berapa tahun, bulan, atau hari kah sisa umurku, dari hari ke hari kondisiku mulai lemah, setiap hari tangan dan kakiku terus menerus kesemutan, tangan ku mulai pegal-pegal, dadaku selalu sakit kadang sebelah kiri kadang kanan, punggung tengahku terus menerus merasakan sakit dan napasku semakin hari semakin berat. Aku tidak bisa menahan napas terlalu lama bahkan menghirupnya.

Kini dibagian perut atasku mulai sakit, dan secara dua hari ini urinku berwarna orange kemerah-merahan. Entah apa yang terjadi padaku, namun aku bisa merasakan bahwa ada yang salah dengan diriku.

Hari ini, minggu 20-11-11 skoring terakhir klasikal 1 dikampus, aku berjalan mantap menuju kampus pukul 08.00 tentunya dengan kendaraan antar jemputku “damri”. Hari ini entah apa yang terjadi padaku aku tidak bersemangat lagi. Aku sandarkan tubuhku pada kursi damri dengan pandangan terus menatap jendela samping, “apakah karena aku semalaman tidak bisa tidur?” pikirku dalam hati. Ya semalaman aku tidak bisa tidur, jantungku terus berdetak cepat sehingga membuatku terus gelisah tanpa sebab, bawah dadaku atau yang sering disebut “hulu hati” terus memunculkan rasa sakit yang berkelanjutan, dan nafasku yang mulai semakin berat serta punggungku yang setiap hari selalu menemaniku dengan rasa sakitnya.

Aku terus menatap jendela damri yang melaju dijalanan, untuk menahan rasa sakitku aku menatap suasana jalanan. Tanpa aku sadari aku melihat beberapa plang yang terpajang secara bergantian, plang demi plang yang bertuliskan nama gedung mulai menghiburku, aku tertawa, aku melihat tulisan plng sebagian demi sebagian sehingga memunculkan kalimat yang membuat aku ketawa bahagia. “helm kambing dijual 55.000” padahal tulisan itu terdiri dari 3 papan reklame “plang” helm-kambing-dijual 55.000.

aku baru menyadari, selama ini banyak yang merasa hidupnya selalu sedih dan menderita, padahal jika kita melihat sekeliling dengan mata terbuka banyak yang membuat kita bahagia, lingkungan ingin turut serta dalam kebahagiaan kita bahkan selalu membuat kita tersenyum. “aku tersenyuma bahagia”.

Aku terus menatap pandangan disekitar jendela, tanpa aku sadari kini tujuanku telah sampai “kampus”. Aku turun dan mulai menyebrang untuk dapat menuju kampusku saat ini, namun perasaan aneh mulai merasukiku lagi, aku merasakan laju mobil yang mulai pelan dan sangat pelan, membuatku ingin segera menyebranginya. Aku mulai menyadarkan diri dan kembali berkonsentrasi kini mobil d jalanan itu terlihat cepat sebagaimana aslinya. Aku tidak ingin terjebak dengan pikiranku lagi sehingga aku menyebrang jalanan dengan memegang tas temanku.

Kini pukul 09.00 aku telah sampai kampus dan ruangan a.10 telah menungguku. Tanpa aba-aba lagi aku mengambil map di lab dan mulai menaiki tangga menuju lantai dua. Namun tangga itu malah membuatku semakin lemas tanpa sebab sehingga aku terus menerus memegang pegangan besi yang tepasang sepanjang anak tangga. “Entah apa yang terjadi padaku”

Scoring akhirnya aku mulai, menit demi menit telah berlalu, aku meneliti seluruh data scoring, namun tanganku terus menerus gemetar lemas, aku menggerakan tanganku dan jariku untuk menghilangkan rasa lemas, semua sia-sia aku melanjutkan pekerjaanku tanpa menghiraukan keadaan tangan dan tubuhku yang mulai makin lemas meskipun pekerjaanku makin lambat dari biasanya, namun aku tetap melanjutkan. Aku menatap jam tangan yg terpasang dipegelanganku waktu menunjukan hampir berakhirnya scoring. Akhirnya aku memaksa tanganku untuk melanjutkan menulis selembar demi lembar tes itu. setelah aku hampir selesai akhirnya aku periksa kembali, astaga seluruh kolom salah penulisan, aku kaget karena angka yang harus aku simpan di atas aku malah menyimpan seluruhnya di bawah, semuanya terbalik apa yang aku lihat dan pikirkan ternyata tidak sama dengan apa yang aku tulis. Akhirnya dengan menenangkan diriku dari panic akhirnya aku membetulkan seluruh jawaban. Aku lihat dan periksa dua kali namun aku tetap terkecoh, “apa yang terjadi padaku? Otaku mempermainkanku” akhirnya aku lihat secara lambat dan aku perbaiki yang salah. Tinggal 1 lembar tes yang belum aku isi, akhirnya aku menyerah dan membiarkannya kosong karena waktu scoring telah selesai.

Akhirnya aku menyadari kesalahan ini bukan yang pertama bagiku, sekitar dua minggu yang telah lalu aku merasakan apa yang ingin aku ucapkan tidak selaras dengan apa yang telah aku pikirkan seperti “malas banget” jadi “banget malas”. Apa yang akan aku tulis ada kosakata yang tidak tercantum bahkan salah sama sekali seperti “jadi-dadi, berpikir-berkpir, aku-kau, menghiraukan-menghitaukan”.

Apa yang salah denganku? Kenapa akhir-akhir ini otaku tidak selaras dengan gerak motoriku? Kenapa dadaku makin sakit? Kenapa tanganku makin lemas? Kenapa tubuhku makin tidak berenergi dan lemas? Kenapa tangan dan kakiku selalu kesemutan? Kenapa jalanku makin sempoyongan? Kenapa tubuhku semakin sakit? Kenapa aku tidak bisa menarik napas panjang? Kenapa nafasku berat?

“Mah aku takut, aku takut tidak bisa melanjutkan kuliahku, aku takut aku tidak akan bisa lagi menulis, memegang, bahkan berjalan, mah aku takut tubuh ini tidak akan bisa bergerak lagi, bahkan aku takut nafasku akan berhenti, aku takut tidak akan melihat mu lagi mah, mah tolong aku, beri aku semangat, beri aku kemudahan seperti dahulu, bantu aku mah agar aku bisa terus kuliah dan menggapai magisterku, aku takut, dan aku semakin takut untuk mengatakan padamu mah, takut untuk mengatakan yang sebenarnya, takut membuatmu sedih”

Minggu, 13 November 2011

sanguin tipe dalam diriku

Tipe melankolis sanguinis, begitulah yang dikatakan oleh teman yang aku temui di tipar, santolo garut. Tanpa banyak bertanya lagi aku langsung diam, tertawa kecil dalam hati mengingat mahasiswi calon psikologi ditebak kepribadiannya oleh anak teknik upi.

Selain itu, dia mengatakan aku orangnya detile, terencana, perfeksionis, dan ingin selalu diperhatikan oleh orang lain namun tidak mau memperhatikan orang lain, serta riwh atau sukri (suka riweh). Aku tercengang mendengar perkataannya itu “memang benar sekali tebakkannya” aku terdiam karena aku malu mengakuinya. "hehehe" aku hanya menunjukan senyum kecil sebagai isyarat bahwa tebakannya benar.

Selama ini memang aku selalu ingin selalu perfect dalam tugas maupun suatu rencana, aku lebih suka mengambil alih semuanya dari pada menunggu intruksi orang lain yang kadang-kadang tidak terencana dan sangat tidak masuk akal bagiku.

Dalam tugas kelompok? Aku lebih memilih mengerjakannya sendiri dari pada membaginya dengan tim sekelompoku, egoiskah aku? “mungkin, tapi itu lebih baik dari pada tugas yang mereka buat asal-asalan. Aku tidak suka itu.

“sukri”, itulah panggilan yang aku terima dari teman-temanku, aku memang gampang panic jika ada tugas yang belum aku mengerti, aku selalu panic ketika semua rencana yang telah aku susun secara sempurna harus terhambat, aku selalu panic ketika ada pemberitahuan atau informasi yang belum aku ketahui.

“Perfect” satu kata yang harus aku tebalin, aku perfect jika dalam mengerjakan tugas, dan dalam menyusun rencana. Namun “dalam hal pakaian?” jangan ditanya, ini sesuatu kebalikan, aku selalu berpakaian cuek yang penting enak dipakai, enak terlihat dan warnanya nyambung “jika baju panjang sampai atas lutut aku paling tidak suka menggunakan rok karena terlihat aneh, tetapi aku selalu menggabungkannya dengan celana jeans begitupun masalah warna”.

Selalu tersenyum dan tertawa, meskipun orang lain menyindir dan membenciku aku selalu tersenyum padanya, meskipun aku dihina namun aku selalu menganggap perkataannya merupakan bahan candaan bagiku. Karena itulah aku tidak pernah memiliki musuh terlalu lama, aku jarang sakit hati karena aku tidak pernah menganggapnya serius, aku jarang menangis karena aku selalu tertawa dan tersenyum.

Aku selalu berprinsip :

“Penyakit itu bukan ada pada orang lain, tetapi ada pada diri kita. Jika orang lain berbicara dengan nada tinggi pada kita jangan langsung marah karena bisa saja otak kita yang mempresepsikan salah, presepsikan saja orang itu berbicara biasa dengan nada yang biasa. Hati-hati otak kita dipengaruhi oleh perasaan hati kita. Maka kendalikanlah perasaan kita dan settinglah hati kita selalu dalam keadaan tenang dan bahagia dijamin emosi tidak akan pernah ada dalam kehidupan kita.”

Tipe sanguinis, gampang tersenyum, tidak mudah sakit hati, dan selalu riang. Itulah rencana jejak emas hidupku, kesan yang harus aku ukir, selau dan selalu.

tersenyumlah hatiku

Minggu, tanggal 13 november 2011, pertama kalinya aku melakukan praktikum psikotes di lapangan. Semua berjalan lancar meskipun ada satu orang yang tidak dapat hadir sehingga op aku hanya berjumlah empat orang dari lima orang yang telah ditentukan.

Tidak ada yang berkesan menurutku, kecuali aku harus tersenyum dan mengalah ketika rekan setimku terus menerus menyalahkan kekuranganku ketika tampil, namun dirinya tidak ingin disalahkan atas kesalahnnya.

Seperti biasa, aku hanya tersenyum.

Mengingat langkah emas yang harus aku ukir, tersenyum meskipun itu menyakitkan, mengalah untuk menghindari terjadinya konflik, dan bersabar.

Terus tersenyumlah, ingatlah hidup ini terlalu singkat untuk membenci seseorang, cobalah bersabar dan mengalah, hidup ini akan terasa tenang dan damai.

Hatimu akan selalu diliputi ketenangan karena itulah yang sekarang terjadi pada diriku. Tanpa dendam tanpa sakit hati.

Ayo kita terus tersenyum, sebelum senyum itu sulit untuk dilakukan lagi.

Jumat, 11 November 2011

Langkah Emas Sisa Perjalanan Hidup

“Entah apa yang aku pikirkan sekarang, entah apa yang harus aku perbuat sekarang” Begitulah pikiranku saat ini. hari ini aku kembali beraktifitas seperti biasa, pagi berangkat kuliah dengan menggunakan damri untuk mncapai tujuanku yaitu kampus. Hari ini pikiranku benar-benar berbeda entah kenapa hari ini aku males untuk bicara, males untuk tertawa, bahkan males hanya untuk tersenyum sedikit.

Dengan paksaan aku berjalan dibelakang teman-temanku, seperti biasa berlari mengejar damri di bunderan cibiru. Akhirnya aku duduk dan kembali termenung. Hari ini perasaanku sangat berbeda “aku bingung, pikiranku mendadak kosong, perasaanku tiba-tiba kosong, aku merasa sendiri di antara krumunan orang-orang di damri, ya hari ini aku merasa sendiri dan hening”.

Aku menatap jalanan di depanku, seperti biasa macet dan selalu macet, dalam pandanganku tiba-tiba aku terkejut dengan sesuatu, ya sesuatu yang membuat aku terpana dan menatap lama jalanan dihadapanku. jalanan itu panjang lurus, seperti sebuah tujuan yang hendak aku capai, lurus dan memanjang terlihat jauh namun dekat, di ujung sana ada tujuanku, aku semangat namu tiba-tiba hatiku seperti terkoyak-koyak sangat menyakitkan “kini tujuan hidupku harus terpotong, tujuan ujung jalanku bukan mengarah pada keinginanku, tapi ujung jalan itu mengarahkanku pada akhir hidupku”. Berkali-kali aku yakinkan hatiku bahwa aku akan mencapai tujuan awalku, aku akan mampu sampai pada cita-citaku yang paling aku inginkan, jalanku tidak akan terpotong oleh akhir hidupku, ya aku harus yakin itu. Aku coba menyebut-nyebut tujuanku “Prof. Dr.Leni Herlina.M.Psi” mendapat gelar professor dan kuliah sampai S3. namun hal itu bukan membuat aku bahagia namun semakin sedih dan sedih. Ingin aku menangis namun aku ingat sekarang aku berada di damri. “apakah aku memang harus berhenti di tengah jalan? Dan menerima nasibku bahwa jalanku hanya sampai disini, terpotong oleh takdir yang mengikatku?”, “tidak, aku pasti bisa bertahan” kucoba mengingatkan diriku untuk semangat.

Rasa sakit itu kemudian muncul kembali, aku makin lemah, dadaku makin sakit, napasku makin berat. Entah penyakit apa yang sekarang aku miliki, aku tidak bermaksud sedikit pun untuk memeriksakannya ke dokter, karena aku tahu penyakitku, penyakit yang sangat berat dan membutuhkan biaya besar. Akhirnya aku diam dan diam dengan menahan rasa sakit di dadaku yang semakin sakit setiap harinya.

Aku berpikir dan merasakan setiap aku menatap orang tuaku, hatiku makin sedih, hari ini aku bisa kuliah, ya impianku untuk kuliah terpenuhi namun aku menyadari untuk memenuhi keinginanku ini aku harus mengorbankan cita-cita dua orang yang sangat aku sayangi yaitu “kedua orang tuaku”. Aku bangga memiliki kedua orangtua yang hebat seperti mereka, aku tahu ibu dan ayahku sangat menginginkan untuk ibadah haji dan menginjakan kaki di tanah suci mekah, namun mereka harus mengubur impian itu untuk memenuhi kuliahku, mengubur dan menundanya meskipun hanya untuk pergi umroh. aku tahu mereka mampu, aku tahu mereka bisa memenuhi impian mereka jika mereka ingin, namun demi anak-anaknya dan diriku mereka mampu mengubur impian mereka dan merubahnya dengan senyuman yang mereka tunjukan padaku. “aku tahu, impian yang tidak bisa terpenuhi itu sakit, aku tahu hal itu berat maafkan aku, karena kami kalian harus menderita.. maaf beribu maaf, aku sayang kalian, dan aku akan sukses demi kalian”. Ingin aku segera memutar waktu dengan cepat, aku ingin memebahagiakan mereka, aku ingin segera sukses dan memenuhi impian mereka meskipun aku harus berlari, ya lari dengan sangat cepat, aku tidak akan peduli rasa letih dalam diriku yang penting kalian bahagia.

Aku memiliki impian, impian untuk sukses di masa depan, aku ingin kuliah sampai dapat gelar doctor dan mendapat pekerjaan yang penghasilannnya besar, dan segera memberangkatkan orang tuaku ketanah suci Mekah bahkan dengan paket ONH plus, aku ingin beli mobil, itu semua karena orang tuaku aku ingin kalian merasa nyaman ketika berpergian aku tidak ingin melihat kalian harus jalan kaki dan menggunakan angkot setiap harinya, aku tidak ingin melihat ayahku harus berdiri lagi di bus ketika pergi kebandung, bayangkan dari purwakarta-bandung berapa jam ayahku harus berdiri, aku ingin berbelanja baju dengan ibuku dan membelikan gaun mahal, ya kami bisa berbelanja dibutik, seperti yang sering kami angankan, aku bisa membelikan perhiasan mahal buat ibuku, aku teringat kejadian dulu, ibuku sudah meniatkan untuk beli perhiasan meskipun Cuma 1 buah gelang yang nominalnya tidak terlalu mahal, padahal dengan penghasilan sertifikasinya ibuku bisa membeli lebih dari yang dia inginkan, tapi apa kenyataannya aku melihat ibuku malah memberikan uangnya kepada kami semua, aku tidak melihat perhiasan yang diinginkannya melilit tubuhnya yang mulai kurus, hanya untuk memenuhi kebutuhan kami, dengan uangnya ibuku membelikan aku leptop yang aku butuhkan untuk kuliah, dan biaya kuliahku, “astagfirullah aku terlalu egois pada mereka, aku terlalu jahat sama mereka, selama ini aku tidak pernah melihat kebutuhan mereka, selama ini aku hanya bisa menuntut dan menuntut”. Aku semakin bersalah dan sedih “bisakah aku mewujudkan impian mereka? Bisakah aku memiliki cukup waktu untuk membuat mereka tersenyum dan memenuhi impian mereka? Bisakah? Bisakah?” hatiku sungguh terkoyak-koyak mengingat penyakitku, dan tubuh ini tidak akan sekuat dulu.

Aku mulai mengingat pertemuan pertamaku dengan orangtuaku di rumah, ya aku sudah dua bulan tidak pulang dan menatap mereka, dan sehari sebelum idul adha aku pulang meskipun hanya 1 hari. selama ini aku tidak pernah memikirkan kesehatan mereka, aku ingat sebelumnya selama dua bulan orang tuaku telah mentransfer beberapa kali karena aku terlalu boros, bukan karena aku berencana boros tapi karena biaya kehidupanku dan kebutuhan kuliahku yang semakin membengkak “maafkan aku ayah, maafkan aku ibu karena aku kalian semakin menderita”. Terlalu naïf aku berpikir kehidupan orangtuaku senang di rumah, aku pulang, “astagfirullah keadaan mereka tidak seperti yang aku bayangkan selama ini, ayahku makin kurus, ibuku juga semakin kurus, apa karena aku atau umur mereka yang telah semakin tua? Adik dan kakak ku ternyata harus hidup dalam keadaan mengirit, karena aku? Ya kuliahku dan kebutuhanku” aku termenung selama ini aku egois hanya mementingkan kebutuhanku, selama ini mereka selalu mengatakan “jangan lupa makan”. Ya mereka peduli padaku tapi apakah mereka peduli juga pada diri mereka?

Malam itu, ibuku terlelap tidur kemudia aku memeluknya dan melihat wajah polos ibuku yang sedang terlelap tidur, tanpa dia sadari, hangat pelukan ini sangat hangat, entah sampai kapan aku bisa merasakan kehangatan ini lagi. Aku bahagia, aku senang, akhirnya aku tertidur dipelukan tubuh ibuku. “sampai kapan aku bisa merasakan dan memeluk hangatnya tubuh ibuku?” aku tertidur, aku percaya untuk selamnya kehangatan ini akan selalu aku rasakan.

Semakin aku tidak kuat untuk mengatakan “ayah, ibu aku sakit”. Biaya pengobatan tentu akan sangat mahal, tidak aku tidak kuat meskipun hanya sekedar mengucapkan itu.

Dari hari ke hari umurku mulai berkurang, sisa waktuku mulai berkurang, entah sampai kapan, yang jelas aku akan menemui ujung hidupku. Hanya menunggu dan menunggu yang aku lakukan, dengan senyuman, dan keikhlasan aku menunggu akhir perjalanan ini. “aku akan mengukir langkah emas dalam sisa waktuku, langkah emas untuk teman-temanku di kampus, teman-temanku di organisasi, dan langkah emas untuk keluargaku, pasti dan pasti, aku yakin itu”. Senyumku untuk semuanya, senyumku langkah emasku sampai perjalanan ini berhenti pada tujuannya.

Damri semakin melaju cepat mengikuti keadaan jalanan yang mulai tidak terlalu macet. Dada ini makin sakit, aku tertidur, dan aku terbangun, kemudian aku tertidur kembali di dalam damri itu, yang aku tahu inilah cara untuk mengurangi rasa sakit dan sesak di dada ini. aku tertidur dan tertidur sampai akhirnya damri berhenti ditujuanku.

“ayah, ibu, kakak, adik maafkan aku yang telah menyusahkan kalian semua, maafkan aku yang selama ini bertingkah menyebalkan kepada kalian, maafkan aku karena aku kalian harus menderita dan bersusah payah, maafkan aku yang hanya bisa membalas kebaikan kalian dengan senyuman dan tawaan diriku di rumah, terimakasih atas kebaikan kalian selama ini, aku sayang kalian sampai kapanpun”

“untuk ibu dan ayahku tercinta, maafkan aku yang mungkin tidak akan bisa memenuhi keinginan kalian, terimakasih telah menjagaku selama ini, terimakasih telah memberikanku kesempatan untuk merasakan bangku kuliah, terimakasih atas senyuman dan kehangatan yang telah kalian berikan, aku sayang kalian, beribu doa aku panjatkan buat kalian, hati ini akan selalu bersama kalian, cintaku selamanya buat kalian, beribu dan berjuta trimakasih, kalian orang tua terhebat yang aku miliki, tetaplah tersenyum untuk diriku, karena senyumku hanya untuk kalian selamanya, dan senyum kalian akan selalu ada di hatiku untuk selamanya”

Jumat, 04 November 2011

rintik hujan tegalega

Hujan turun merintik memadamkan semangat untuk pergi ke alun-alun hari ini, setelah dengan paksaan dan ingat tugas yang diberikan akhirnya berangkat juga menuju lokasi pukul 14.40 setelah sebelumnya mengambil payung dari kostn teman “akhirnya payung satu-satunya ini bisa kembali” setelah sang peminjam membiarkannya diam lama di kostn, “udah tahu musim hujan kenapa juga gak segera dikembalikan” gerutuku dalam hati. Sambil tersenyum terpaksa yang aku sungging d hadapnnya aku mulai melangkahkan kaki ku menuju lokasi damri, untunglah masih ada satu damri yang belum berangkat damri yang tercetak tebal dengan tulisan “kalapa-cibiru” dengan tekstur warna yang mencerminkan daerahnya “cibiru”.

Mulailah perjalanan pukul 14.50, sambil melirik hujan yang turun aku teringat bahwa hari ini projek pendidikan blum aku buat. Dengan selembar kertas HVS yang terselip di tas, aku mulai menuliskan poin-poin namun baru beberapa kalimat pikiranku sudah mulai teralihkan dengan pemandangan di depan “waduuuh, macetnya panjang banget” begitulah yang terlintas dalam pikiranku, rasa malas mulai tertawa kecil menggelitiki tubuhku supaya perjalanan tidak aku lanjutkan dan memulai berputar haluan menuju kostn yang nyaman.

Akhirnya kertas aku lipat dan pulpen aku simpan kembali, akhirnya pikiran dan pandanganku kembali teralih pada rintik hujan di jendela. Bus pun melaju perlahan menuju lokasi yang aku sudah paham tujuannya “alun-alun”. Tiba-tiba suara gadis kecil membuyarkan lamunanku “mah ini dimana?” celoteh anak kecil pada ibunya. “di jalan Jakarta” simple namun pasti jawaban sang ibu. “lho kita kan mau ke bandung kenapa ke Jakarta?” aku tertawa kecil mendengar celotehan anak itu, kulirikan pandangan ku pada 2 kursi di sampingku hanya untuk sekedar melihat gadis cilik dan ibunya itu, namun aku hanya melihat sunggingan senyum terlukis dibibir ibunya. “dasar anak kecil, untung aja bus ini tidak melewati jalan riau” hahahaha aku tersenyum geli pada diri ku.

Susana damri mulai kembali nyaman, dengan alunan suara deru mobil, dan gemericik air di jendela mobil membuatku kembali memfokuskan pikiran pada jendela. Akhirnya pukul 15.20 aku sampai pada tujuanku “mesjid alun-alun”. Dengan langkah semangat kulirik kanan, kiri, depan, dan setiap kursi taman, namun aku tidak menemukannya ‘dimana anak-anak tutorku, dimana yang lainnya, ah gini nih kalau datangnya terlambat” gerutuku dalam hati. Kutelusuri setiap teras, kulirikan mataku menuju dalam mesjid, tetapi mereka tidak ada. Akhirnya aku sms nomor yang aku tahu pasti akan membantu, dan akhirnya aku tahu mereka pindah ke “tegalega”.

Keberuntungan datang padaku, setelah kebingungan yang sempat terlintas dalam pikiran tentang “jalan tegalega” yang belum pernah aku datangi sebelumnya, datanglah sms, “hayu bareng, teteh ada di parkiran” senyumku mulai mengembang, tanpa pikir panjang ku langkahkan kakiku menuju lokasi dan akhirnya ketemu dengan sang penyelamat yang sedang melambaikan tangannya padaku.

Berangkatlah menuju lokasi yang sebenarnya, dengan seuntai obrolan yang seru, akhirnya lokasi aku temui. Dengan memantapkan langkah aku berjalan menghampiri mereka dan ternyata seperti biasa mereka menyambutku dengan “hangat”, “ih senangnya dech pikir ku dalam hati.

Tampa kukira sebelumnya aku bertemu kembali dengan dua orang sosok yang pernah aku jumpai sebelumnya, ya itu dewi dan dea, mereka adalah anak jalanan yang pernah ikuta waktu anggota k-pad baksos dilembang. ‘ih, kangen dech ma mereka” kini senyum terlukis dalam wajahku. mereka melangkahkan kakinya padaku dan tersenyum padaku “teteh, em, nama teteh teh??? itu reni, eh lina, eh rere” kulirik mereka dan mencoba mengganggu konsentrasinya “hayoooo, siapa??? Masa sih lupa”, “hehehe” sunggingan senyum kecil mereka tujuan buatku.

Akhirnya wajah polos mereka membuatku luluh juga, kubuka tas dan kuambil name-teg yang sengaja aku bawa, kupasang di jaket sebelah kiriku mereka tersenyum “oh iya, teh leni” akhirnya mereka mengingat diriku. “herliana, herlini, eh herlina” celetuk yang lain melengkapi namaku.

Kebingungan mulai menghinggapiku lagi, kulihat sekeliling hanya ada lapangan terbuka dengan tugu di tengahnya dan pepohonan yang mengelilingi jalanan setapak di setiap pinggirnya mengingatkanku pada mahkota raja yang hanya punya seikat rambut ditengahnya. Kulirik lagi dan ternyata aku memang tidak melihat lokasi yang tepat untuk tempat belajar, selain lapangan terbuka dengan rintikan hujan diatasnya persis sekuntum bunga yang sengaja ditaburkan dilapangan itu, kulirik lagi pada mereka dan ternyata mereka malah mengejekku dengan pikiran yang sebaliknya “ah udah biasa teh hujan mh, hayu di tengah we belajarnya” malu bercampur heran aku lupa kalau mereka merupakan anak yang terlatih dengan kehidupan yang keras, sehingga hujan rintik tidak akan memadamkan motivasi mereka untuk belajar.

Teriakanku mulai terdengar kembali ketika aku menginstruksikan mereka untuk berkumpul di lapangan tengah, dan itu tidak hanya sekali tapi beberapa kali tapi anehnya suaraku tidak pernah habis untuk bersuara. Mualailah aku membagi mereka menjadi 2 kelompok, “kelompok bisa baca, dan kelompok tidak bisa baca” dengan hitungan detik mereka menyebutkan jumlah mereka satu persatu, keluarlah singgungan kecil dan tawaan yang membuatku dan mereka bahagia.

“kelompok bisa baca” begitulah tugas yang aku sanggupi, dengan jabatan PJ (penanggung jawab) aku mulai memberi mereka intruksi, spidol dan penghapus yang aku sengaja bawa dari kostn terpaksa harus aku berikan pada mentoring “belajar membaca”, “lagian kelompokku kan bisa baca paling tinggal di suruh baca” dengan cuek aku memberikan spidol dan penghapusnya.

Bingung iya, harus mulai dengan apa? Pikiranku bingung. Dengan iseng aku buka buku bacaan yang aku bawa, serentak mereka berebut untuk membacanya, ku suruh mereka maju satu persatu dan ternyata mereka memang bisa membaca namun tidak lancar. Kini tibalah giliran “dea” penyanyi cilik jalanan yang hobi nyanyi. Namun bacaannya banyak yang salah dan jika dia menemukan huruf konsonan yang bersebelahan, kata itu menjadi beda makna. Seperti “penerbitan” entah jadi apa dia baca yang jelas bukan jadi penerbitan.

Games ke dua dimulai, aku bacakan satu persatu huruf sperti “g-a-r-i-s” mereka menjawab dengan betul dan pasti, aku coba memberinya dua kata seperi “n-e-n-e-k l-a-m-p-i-r” mereka malah termenung dan diam seribu bahasa namun akhirnya salah seorang dari mereka menjawab depannya kemudian seseorang menjawab belakangnya dan mualailah suara nyaringan ketawa mereka dan diriku keluar membentuk alunan yang senada. “ya, kami bahagia”

Tidak berhenti disana sambil menunggu buku yang sedang diambil di alun-alun, kami akhirnya memutuskan untuk main game “Vs” yaitu game yang terdiri dari dua kelompok, setiap kelompok 4 orang, setiap orang aku instruksikan untuk mengalahkan tim lawannya dengan kewajiban menjawab kata yang dieja oleh lawan kelompok. Game berjalan dengan seru, namun akhirnya kami ketawa kembali ketika mereka memberikan ejaan huruf yang dia sendiri tidak mengeri artinya.

Berbicara dan membaca telah kami lakukan, akhirnya aku putuskan kini bagian menulis, aku buka gulungan yang tadi terlipat bersih dan membaginya dengan garis tengah. Kini mereka sibuk menuliskan nama mereka sendiri, namun teriakan tertawa mulai kembali terdengar ketika “bagas” menuliskan namanya dengan bagas eli bukan bagas lem.

Sore akhirnya mulai datang, gemuruh adzan magrib tinggal beberapa menit, dalam sisa itu aku berikan waktu untuk mereka membaca, aku buka buku bacaan yang dikasihkan sebelumnya kepadaku, tanpa ragu aku berikan pada mereka dan seperti biasa respon mereka saling berebut untuk membaca.

Adzan mulai berkumandang, namun secara mendadak datanglah yang lain dengan membawa perlengkapan, salah satunya perlengkapan kesehatan seperti perban dan obat luka. Datang juga beberapa geng tipar yang terkenal gila abis sama aksi ngibulnya “termasuk diriku”, kami saling tertawa bersama, dengan menjadikan mascot bully kami bahan ejekan lagi seperti di tipar santolo dulu (tanggal 21-23 oktober 2011).

Suasana riang kembali muncul, rasa penat tidak aku rasakan sama sekali, lapar tidak terbesit dalam pikiranku saat itu, namun harus aku akhiri ketika aku ingat waktu shalat magrib telah berkumandang beberapa menit yang lalu. Aku menghentikan ketertawaan itu, segera aku melangkahkan kakiku mencari mesjid yang terdekat, aku melangkah pada pintu gerbang terdekat ternyata telah ditutup, aku berbelok pada bangunan kecil bertuliskan “mushola” namun terkunci seperti tidak pernah terpakai. Akhirnya aku putuskan memutar jalan menuju gerbang yang lain, dan akhirnya ditengah perjalanan teman-teman yang bawa motor melaju menujuku tanpa aba-aba lagi aku ikut dengan salah satu dari mereka dan melajulah menuju mesjid agung alun-alun.

Pukul 18.30 aku menjalankan shalat magrib sendirian, tanpa ada yang menemaniku karena mereka langsung menuju daerha ciateul, fahira tempat anak-anak jalanan mentoringku tinggal. Entah seperti apa tempatnya tanpa aku tahu karena aku harus memutuskan pulang ke kostanku di cibiru.

Semua serba membingungkan, daerah ciateul yang tidak aku tahu dan kini damri yang menuju ke tujuanku tidak muncul lagi. Ketika aku Tanya pada orang yang biasa aku Tanya dulu mengenai bus dia malah menjawabnya dengan ketus “gak tahu neng, petugasnya juga gak ada, mereka gak kesini lagi mungkin karena macet”, gerutu orang itu. Aku terdiam karena aku menyadari mungkin bapak itu lagi emosi karena tempat jualannya harus pindah sementara entah karena halte mau dibenarkan entah mau dibongkar yang jelas aku tadi melihat orang yang sedang membongkar atap halte itu.

Tanpa pikir panjang lagi aku lirikan mataku menuju angkot dan secara kebetulan munculah angkot tujuanku “caheum-cileunyi”, “lho harusnyakan kalapa-caheum?” aku terheran, namun aku putuskan untuk menaiki itu. Angkot itu lumayan kosong hanya ada dua laki-laki yang dihadapanku, rasa takut bercampur curiga mulai memenuhi otaku laki-laki yang duduk dihadapanku melihatiku dengan pandangan mencurigakan, tanpa aba-aba lagi aku memutuskan turun, dan lari dengan langkah seribu menuju masjid agung.

Kuatur nafasku, dan kurebahkan tubuhku dengan bersandar pada tiang penjaga masjid dihadapanku. Namun aku terkesima melihat beberapa sosok yang tidak aku kenal melintasku dan memoto beberapa pedagang yang disekelilingku. “Mereka orang arab, dan banyak yang bercadar” tatapanku tidak berpaling dari mereka. Aku berdiri dan mulai melangkahkan kakiku menuju halte kembali, namun kini bukan hanya orang arab yang aku temui tapi bule Australia, “wow” takjubku pada mereka “emang sekarang saatnya bertamasya ke bandung ya?” tanyaku dalam hati.

Kembali aku putuskan untuk pulang, dengan melalui jalan memutar ku stop mobil hijau itu. Meskipun penuh dan aku harus duduk pinggir pintu masuk, namun aku tenang karena orang yang didalamnya tidak memiliki wajah mencurigakan malahan wajah asing dari papua entah dari mana.

Tas jinjing berisi notebook, penampilan dengan rambut ikal, mereka saling berbicara dengan bahasanya yang tidak aku mengerti tapi aku tahu mereka pasti sedang membicarakan merek notebook karena aku mengetahui satu merek yang mereka sebutkan dan tidak asing ditelingaku “accer”.

Aku terlelap tidur dalam angkot itu, semakin mereka berbicara semakin ngantuk mataku, akhirnya aku tertidur dan terbangun ketika tujuan akhirku telah sampai batasnya “cibiru”. (pukul 20.50)

boleh di coba

buruan daftar bakal dapat uang

Untung Beliung