Jumat, 11 November 2011

Langkah Emas Sisa Perjalanan Hidup

“Entah apa yang aku pikirkan sekarang, entah apa yang harus aku perbuat sekarang” Begitulah pikiranku saat ini. hari ini aku kembali beraktifitas seperti biasa, pagi berangkat kuliah dengan menggunakan damri untuk mncapai tujuanku yaitu kampus. Hari ini pikiranku benar-benar berbeda entah kenapa hari ini aku males untuk bicara, males untuk tertawa, bahkan males hanya untuk tersenyum sedikit.

Dengan paksaan aku berjalan dibelakang teman-temanku, seperti biasa berlari mengejar damri di bunderan cibiru. Akhirnya aku duduk dan kembali termenung. Hari ini perasaanku sangat berbeda “aku bingung, pikiranku mendadak kosong, perasaanku tiba-tiba kosong, aku merasa sendiri di antara krumunan orang-orang di damri, ya hari ini aku merasa sendiri dan hening”.

Aku menatap jalanan di depanku, seperti biasa macet dan selalu macet, dalam pandanganku tiba-tiba aku terkejut dengan sesuatu, ya sesuatu yang membuat aku terpana dan menatap lama jalanan dihadapanku. jalanan itu panjang lurus, seperti sebuah tujuan yang hendak aku capai, lurus dan memanjang terlihat jauh namun dekat, di ujung sana ada tujuanku, aku semangat namu tiba-tiba hatiku seperti terkoyak-koyak sangat menyakitkan “kini tujuan hidupku harus terpotong, tujuan ujung jalanku bukan mengarah pada keinginanku, tapi ujung jalan itu mengarahkanku pada akhir hidupku”. Berkali-kali aku yakinkan hatiku bahwa aku akan mencapai tujuan awalku, aku akan mampu sampai pada cita-citaku yang paling aku inginkan, jalanku tidak akan terpotong oleh akhir hidupku, ya aku harus yakin itu. Aku coba menyebut-nyebut tujuanku “Prof. Dr.Leni Herlina.M.Psi” mendapat gelar professor dan kuliah sampai S3. namun hal itu bukan membuat aku bahagia namun semakin sedih dan sedih. Ingin aku menangis namun aku ingat sekarang aku berada di damri. “apakah aku memang harus berhenti di tengah jalan? Dan menerima nasibku bahwa jalanku hanya sampai disini, terpotong oleh takdir yang mengikatku?”, “tidak, aku pasti bisa bertahan” kucoba mengingatkan diriku untuk semangat.

Rasa sakit itu kemudian muncul kembali, aku makin lemah, dadaku makin sakit, napasku makin berat. Entah penyakit apa yang sekarang aku miliki, aku tidak bermaksud sedikit pun untuk memeriksakannya ke dokter, karena aku tahu penyakitku, penyakit yang sangat berat dan membutuhkan biaya besar. Akhirnya aku diam dan diam dengan menahan rasa sakit di dadaku yang semakin sakit setiap harinya.

Aku berpikir dan merasakan setiap aku menatap orang tuaku, hatiku makin sedih, hari ini aku bisa kuliah, ya impianku untuk kuliah terpenuhi namun aku menyadari untuk memenuhi keinginanku ini aku harus mengorbankan cita-cita dua orang yang sangat aku sayangi yaitu “kedua orang tuaku”. Aku bangga memiliki kedua orangtua yang hebat seperti mereka, aku tahu ibu dan ayahku sangat menginginkan untuk ibadah haji dan menginjakan kaki di tanah suci mekah, namun mereka harus mengubur impian itu untuk memenuhi kuliahku, mengubur dan menundanya meskipun hanya untuk pergi umroh. aku tahu mereka mampu, aku tahu mereka bisa memenuhi impian mereka jika mereka ingin, namun demi anak-anaknya dan diriku mereka mampu mengubur impian mereka dan merubahnya dengan senyuman yang mereka tunjukan padaku. “aku tahu, impian yang tidak bisa terpenuhi itu sakit, aku tahu hal itu berat maafkan aku, karena kami kalian harus menderita.. maaf beribu maaf, aku sayang kalian, dan aku akan sukses demi kalian”. Ingin aku segera memutar waktu dengan cepat, aku ingin memebahagiakan mereka, aku ingin segera sukses dan memenuhi impian mereka meskipun aku harus berlari, ya lari dengan sangat cepat, aku tidak akan peduli rasa letih dalam diriku yang penting kalian bahagia.

Aku memiliki impian, impian untuk sukses di masa depan, aku ingin kuliah sampai dapat gelar doctor dan mendapat pekerjaan yang penghasilannnya besar, dan segera memberangkatkan orang tuaku ketanah suci Mekah bahkan dengan paket ONH plus, aku ingin beli mobil, itu semua karena orang tuaku aku ingin kalian merasa nyaman ketika berpergian aku tidak ingin melihat kalian harus jalan kaki dan menggunakan angkot setiap harinya, aku tidak ingin melihat ayahku harus berdiri lagi di bus ketika pergi kebandung, bayangkan dari purwakarta-bandung berapa jam ayahku harus berdiri, aku ingin berbelanja baju dengan ibuku dan membelikan gaun mahal, ya kami bisa berbelanja dibutik, seperti yang sering kami angankan, aku bisa membelikan perhiasan mahal buat ibuku, aku teringat kejadian dulu, ibuku sudah meniatkan untuk beli perhiasan meskipun Cuma 1 buah gelang yang nominalnya tidak terlalu mahal, padahal dengan penghasilan sertifikasinya ibuku bisa membeli lebih dari yang dia inginkan, tapi apa kenyataannya aku melihat ibuku malah memberikan uangnya kepada kami semua, aku tidak melihat perhiasan yang diinginkannya melilit tubuhnya yang mulai kurus, hanya untuk memenuhi kebutuhan kami, dengan uangnya ibuku membelikan aku leptop yang aku butuhkan untuk kuliah, dan biaya kuliahku, “astagfirullah aku terlalu egois pada mereka, aku terlalu jahat sama mereka, selama ini aku tidak pernah melihat kebutuhan mereka, selama ini aku hanya bisa menuntut dan menuntut”. Aku semakin bersalah dan sedih “bisakah aku mewujudkan impian mereka? Bisakah aku memiliki cukup waktu untuk membuat mereka tersenyum dan memenuhi impian mereka? Bisakah? Bisakah?” hatiku sungguh terkoyak-koyak mengingat penyakitku, dan tubuh ini tidak akan sekuat dulu.

Aku mulai mengingat pertemuan pertamaku dengan orangtuaku di rumah, ya aku sudah dua bulan tidak pulang dan menatap mereka, dan sehari sebelum idul adha aku pulang meskipun hanya 1 hari. selama ini aku tidak pernah memikirkan kesehatan mereka, aku ingat sebelumnya selama dua bulan orang tuaku telah mentransfer beberapa kali karena aku terlalu boros, bukan karena aku berencana boros tapi karena biaya kehidupanku dan kebutuhan kuliahku yang semakin membengkak “maafkan aku ayah, maafkan aku ibu karena aku kalian semakin menderita”. Terlalu naïf aku berpikir kehidupan orangtuaku senang di rumah, aku pulang, “astagfirullah keadaan mereka tidak seperti yang aku bayangkan selama ini, ayahku makin kurus, ibuku juga semakin kurus, apa karena aku atau umur mereka yang telah semakin tua? Adik dan kakak ku ternyata harus hidup dalam keadaan mengirit, karena aku? Ya kuliahku dan kebutuhanku” aku termenung selama ini aku egois hanya mementingkan kebutuhanku, selama ini mereka selalu mengatakan “jangan lupa makan”. Ya mereka peduli padaku tapi apakah mereka peduli juga pada diri mereka?

Malam itu, ibuku terlelap tidur kemudia aku memeluknya dan melihat wajah polos ibuku yang sedang terlelap tidur, tanpa dia sadari, hangat pelukan ini sangat hangat, entah sampai kapan aku bisa merasakan kehangatan ini lagi. Aku bahagia, aku senang, akhirnya aku tertidur dipelukan tubuh ibuku. “sampai kapan aku bisa merasakan dan memeluk hangatnya tubuh ibuku?” aku tertidur, aku percaya untuk selamnya kehangatan ini akan selalu aku rasakan.

Semakin aku tidak kuat untuk mengatakan “ayah, ibu aku sakit”. Biaya pengobatan tentu akan sangat mahal, tidak aku tidak kuat meskipun hanya sekedar mengucapkan itu.

Dari hari ke hari umurku mulai berkurang, sisa waktuku mulai berkurang, entah sampai kapan, yang jelas aku akan menemui ujung hidupku. Hanya menunggu dan menunggu yang aku lakukan, dengan senyuman, dan keikhlasan aku menunggu akhir perjalanan ini. “aku akan mengukir langkah emas dalam sisa waktuku, langkah emas untuk teman-temanku di kampus, teman-temanku di organisasi, dan langkah emas untuk keluargaku, pasti dan pasti, aku yakin itu”. Senyumku untuk semuanya, senyumku langkah emasku sampai perjalanan ini berhenti pada tujuannya.

Damri semakin melaju cepat mengikuti keadaan jalanan yang mulai tidak terlalu macet. Dada ini makin sakit, aku tertidur, dan aku terbangun, kemudian aku tertidur kembali di dalam damri itu, yang aku tahu inilah cara untuk mengurangi rasa sakit dan sesak di dada ini. aku tertidur dan tertidur sampai akhirnya damri berhenti ditujuanku.

“ayah, ibu, kakak, adik maafkan aku yang telah menyusahkan kalian semua, maafkan aku yang selama ini bertingkah menyebalkan kepada kalian, maafkan aku karena aku kalian harus menderita dan bersusah payah, maafkan aku yang hanya bisa membalas kebaikan kalian dengan senyuman dan tawaan diriku di rumah, terimakasih atas kebaikan kalian selama ini, aku sayang kalian sampai kapanpun”

“untuk ibu dan ayahku tercinta, maafkan aku yang mungkin tidak akan bisa memenuhi keinginan kalian, terimakasih telah menjagaku selama ini, terimakasih telah memberikanku kesempatan untuk merasakan bangku kuliah, terimakasih atas senyuman dan kehangatan yang telah kalian berikan, aku sayang kalian, beribu doa aku panjatkan buat kalian, hati ini akan selalu bersama kalian, cintaku selamanya buat kalian, beribu dan berjuta trimakasih, kalian orang tua terhebat yang aku miliki, tetaplah tersenyum untuk diriku, karena senyumku hanya untuk kalian selamanya, dan senyum kalian akan selalu ada di hatiku untuk selamanya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

boleh di coba

buruan daftar bakal dapat uang

Untung Beliung